Bagaimana yang Immaterial Berelasi dengan yang Material dalam Pandangan Ibn Sina dan Mulla Sadra

Oleh: Fithri Dzakiyyah Hafizah

1. Relasi Jiwa dan Badan dalam pandangan Ibn Sina
Jiwa memiliki relasi yang erat dengan tubuh. Ia merupakan sebuah unit independen dan memiliki eksistensinya sendiri yang tidak bergantung dan berbeda dari tubuh. Dalam aktivitasnya (fi’liyah), jiwa selalu membutuhkan tubuh untuk melakukan aktivitas-aktivitas tersebut, misalnya seperti aktivitas-aktivitas setiap fakultas, khususnya dalam mempersepsi benda-benda partikular, seperti fakultas wahmiyah yang berfungsi untuk mengestimasi makna-makna partikular, atau fakultas indera komunal yang mempersepsi bentuk-bentuk partikular, dan fakultas imajinasi untuk menjaga bentuk-bentuk yang ditangkap tersebut. Continue reading

SEMINAR SYA’BANIYAH, 13 Juni 2014 “KONSEP JURU SELAMAT DALAM ISLAM DAN BIBLE” (KRISTOLOGI)

Dr. Khalid al-Walid dan Ust. Mushaddiq Marhaban
Dr. Khalid al-Walid:
Peradaban dimulai ketika manusia mengikat peristiwa dengan tulisan. Rasulullah mengatakan bahwa di antara tanda-tanda akhir zaman itu adalah bahwa suara orang di Timur itu didengarkan di Barat dalam waktu yang singkat. Nanti di akhir zaman seseorang pindah dari satu tempat ke tempat lain dalam waktu yang sangat cepat.
Dalam al-Qur’an, Allah berfirman: “Dan telah kami tetapkan pada kitab zabur bahwa bumi ini akan kami wariskan pada hamba-hamba kami yang sholeh.” Tapi kita menyaksikan bahwa hingga sekarang sistem dunia kita belum di bawah sistem yang sholeh. Kita masih berada di bawah sistem yang sakit. Dunia sekarang dikuasai amerika, Amerika jelas bukan pemimpin yang sholeh. Kita lihat budaya kapitalis sekarang.
Untuk mencapai sistem yang sholeh ini dibutuhkan pemimpin yang luar biasa. Dalam terminology al-qur’an kita menemukan kata khalifah, wali, imam, ulil amr, al-qowwam (istilah yang terakir ini masih jadi perdebatan). Khalifah inilah yang disandang oleh manusia. Siapakah manusia itu? Continue reading

Natsir dan Akal Merdeka

Dzakiyyah Spathodea

BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Muhammad Natsir adalah salah satu tokoh pemikir di Indonesia yang luar biasa. Ia dikenal sebagai ulama, birokrat, dan tokoh politik yang memiliki gagasan dan ide-ide cemerlang dalam kontribusinya untuk memajukan Islam dan Negara. Prestasinya yang dipandang sangat luar biasa ini semakin gemerlap ketika ia berhasil menjadi perintis NKRI pada tanggal 17 Agustus 1950. Banyak sekali desertasi-desertasi maupun buku-buku yang membahas mengenai perjuangan Natsir, serta sumbangan-sumbangan pemikirannya. Natsir yang selama hidupnya berkecimpung dalam dunia politik dan dakwah membuat banyak peneliti tertarik untuk menuliskan dan menggali lebih jauh mengenai beragam gagasannya. Hal demikian dikarenakan sosok Natsir dikenal sebagai seorang Dai yang sekaligus menjadi Negarawan dan Negarawan yang sekaligus juga menjadi Dai. Akan tetapi di dalam kebanyakan buku atau desertasi yang membahas mengenai Natsir, penulis jarang sekali menemukan judul buku atau isi buku yang secara khusus membahas mengenai pemikiran Natsir mengenai Islam yang esensial itu sendiri. Continue reading

TINJAUAN KRITIS ATHEISME DAWKINS (Kritik terhadap Buku The God Delusion)

Oleh: Fithri Dzakiyyah Hafizah, Sihabudin, dan M. Rainhard

Abstrak: Benarkah Tuhan itu ada? Cukupkah keberadaan dan keteraturan alam semesta membuktikan keberadaan Tuhan? Richard Dawkins, seorang Extreme Atheist menjawabnya dengan tegas ‘tidak!. Hipotesis mengenai Tuhan baginya tidak lebih dari hipotesis ilmiah tentang alam semesta yang mesti diteliti seskeptis mungkin sebagaimana penelitian-penelitian lainnya dan harus dijawab secara saintifik. Namun nyatanya, jawaban dari kaum teis yang membuktikan-Nya melalui argumen desain dianggap Dawkins sangat lemah. Alih-alih mencari ilusi perancang dari alam semesta, Dawkins menawarkan teori Darwinian sebagai yang lebih mampu menjawab bagaimana kehidupan ini bermula dengan lebih sederhana dan sempurna, sehingga dari situlah Dawkins berkesimpulan bahwa Tuhan itu adalah ‘delusi belaka?’ Adapun dalam kaitannya dengan ini, penulis mencoba untuk mengkritisi beberapa poin pemikiran Dawkins dari bukunya the God Delusion. Continue reading

HAKIKAT DUNIA (Allamah Sayyid Muhammad Husein Thabathaba’i)

Fithri Dzakiyyah. H.

1. Perbandingan Alam Dunia dan Alam Kehidupan Setelahnya (Akhirat)
Meskipun bukan merupakan analogi yang sempurna, namun dari segi kondisi, tamtsil yang diambil dari deskripsi kehidupan janin di dalam rahim dan setelah bayi lahir ke alam dunia cukup mampu menggambarkan perbandingan antara kehidupan di alam dunia dengan kehidupan di alam setelahnya, tepatnya adalah kehidupan setelah kematian. Untuk lebih jelasnya lagi, apa yang menjadi titik fokus perbandingan antara kedua alam ini adalah pada sistem kehidupan sebelum kelahiran dan sistem kehidupan setelah kelahiran. Continue reading

COMPARISON AMONG 4 FIGURES OF DIFFERENT SCHOOLS OF JUSTIFICATION (Perbandingan Teori Pengetahuan antara John Locke, J. G. Fitche, C. S. Peirce, dan Bertrand Russell)

Fithri Dzakiyyah Hafizah

0.0. Abstrak
Pengetahuan diartikan sebagai Justifed True Belief. Dalam arti bahwa syarat sesuatu dapat disebut sebagai pengetahuan adalah ketika ia memiliki 3 elemen: yakni Belief (percaya/keterikatan), Truth (kebenaran) dan Justification (justifikasi). Inilah sebuah teori yang juga digagas oleh Plato dalam menawarkan definisi dari pengetahuan. Teori ini pula yang kemudian dijadikan sebagai pendekatan kontemporer (Contemporary Approach) epistemologi filsafat Barat dengan tujuan untuk mengetahui hakikat pengetahuan (The Nature of Knowledge). Pengertian ini disebut pula sebagai analisis pengetahuan dalam terma lain. Tak adanya salah satu dari 3 elemen tersebut, maka tidak bisa disebut sebagai pengetahuan. Namun, dalam menjustifikasi suatu kepercayaan (belief) atau suatu proposisi untuk kemudian dapat dianggap sebagai pengetahuan nyatanya dilakukan oleh para filosof Barat dengan landasan epistemologis yang berbeda. Beberapa aliran utama (main stream) filsafat Barat diantaranya adalah empirisime, idealisme, pragmatisme dan realisme, khususnya akan penulis paparkan dari masing-masing tokohnya (John Locke, J. G. Fitche, C. S. Peirce, dan Bertrand Russell) dalam paper yang singkat ini tentang bagaimana mereka menjustifikasi suatu proposisi sehingga proposisi tersebut layak untuk disebut sebagai pengetahuan. Continue reading

Wujud Mustaqil dan Wujud Rabith

Pembagian wujud ke dalam mustaqil dan rabith adalah pembagian yang dirumuskan oleh Mulla Sadra. Adapun motif dari adanya pembagian wujud ke dalam mustaqil dan rabith adalah dalam kaitannya dengan teori wahdah dan katsrah yang juga merupakan salah satu teori yang dicetuskan oleh Mulla Sadra. Dengan pembagian wujud ke dalam mustaqil dan rabith ini, Mulla Sadra berupaya untuk menjelaskan adanya unitas dan pluralitas wujud yang disebabkan karena adanya ketidakpuasan pada klarifikasi kaum paripatetik mengenai isu ini dalam karya-karya mereka. Implikasinya, isu ini masih menjadi poin perdebatan di antara kalangan filosof maupun arif. Perdebatan ini didasari pada pandangan sufi mengenai kesatuan wujud (wahdah) yang tampak sebagai oposisi bagi pandangan filosof paripatetik mengenai pluralitas wujud. Kaum arif meyakini bahwa wujud hanya dinisbahkan pada al-Haqq. Continue reading

Kaidah Filsafat: “Mu’tiy al-Syai’ La Yakunu Faqidan Lahu” (Pemberi Sesuatu tidak mungkin tidak memiliki sesuatu yang diberikan itu)

Kaidah ini, secara makna sebenarnya sudah dapat kita pahami dengan jelas. ‘Tidak mungkin saya meminjamkan uang kepada anda apabila saya tidak memiliki uang tersebut”, inilah salah satu contoh sederhana akan makna dari kaidah ini.Umumnya kaidah ini juga disebut dengan Faqidu Syai’ la Yu’thiy, yang bermakna bahwa jika ada yang memberikan sesuatu maka sudah pasti yang memberikan sesuatu itu memiliki sesuatu yang diberikan. Kaidah ini berlaku pada unsur sebab agen (‘Illah Fa’iliyah), sebagai sebab yang paling penting dari sebab yang empat dalam kaitannya dengan proses keberadaan yang mana sebab agen ini tidak bisa dipisahkan dari sebab tujuan (‘Illah Gha’iyah). Adapun sebab yang empat, dalam Bidayatul Hikmah, dibagi sebagai berikut: Continue reading

Ontologi dan Kosmologi Suhrawardi

Oleh: Fithri Dzakiyyah Hafizah

Tujuan dari filsafat tak lain dan tak bukan adalah untuk mencari kebenaran dan menggalinya terus menerus. Hal ini tidak diragukan lagi mengingat betapa lestarinya pemikiran filsafat dari masa Yunani hingga sekarang di Barat maupun Timur. Di dunia Timur, utamanya Islam, dikenal cukup banyak filosof masyhur yang senantiasa mempelajari dan  mengembangkan pemikiran-pemikiran filsafat dengan kekritisan analisa mereka. Continue reading